ANALISIS RASIO SOLVABILITAS
Analisis rasio digunakan untuk
membuat perbandingan antar waktu (rasio horizontal) atau antar perusahaan
(rasio perusahaan dibandingkan dengan rasio industry = rasio vertical).
Saat kita mengamati setiap rasio,
kita harus bertanya : apa yang berusaha diukur rasio tersebut dan mengapa
informasi itu penting?
Rasio digunakan baik untuk keperluan
internal (manajemen perusahaan) maupun eksternal (pemegang saham, pemasok,
pembeli, pemerintah termasuk pajak dan BPS, kreditur, investor, karyawan dll)
Kategori
Rasio Keuangan
1.
Short-term solvency or liquidity ratios (rasio likuiditas).
Sesuai
dengan namanya short-term solvency dimaksudkan untuk menyediakan informasi
mengenai tingkat likuiditas perusahaan. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan
membayar tagihan-tagihan jangka pendek tanpa mengalami masalah keuangan. Dengan
demikian, rasio ini berfokus pada aset lancar dan likuiditas jangka pendek.
Rasio likuiditas terutama menarik bagi para kreditur jangka pendek. Mengingat
para manajer keuangan terus berhubungan dengan bank dan kreditur jangka pendek
lainnya, pemahaman atas rasio ini sangat penting. Semakin tinggi nilai
rasionya, akan semakin baik tingkat likuiditas perusahaan. Namun angka rasio
likuiditas yang terlalu tinggi, akan berakibat sebaliknya terhadap rasio
profitabilitas (keuntungan).
2. Long-term solvency or
financial leverage ratios (rasio solvabilitas / pengungkit)
Rasio
ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan jangka panjang perusahaan dalam
memenuhi kebutuhan / kewajiban jangka panjangnya terutama terhadap pinjaman
jangka panjang. Pengungkit (leverage) adalah istilah yang digunakan untuk
pinjaman. Karena bila perusahaan hanya menggunakan modal sendiri dalam
beraktivitas (operasinya), maka akan membutuhkan waktu lama untuk mencapai
target pertumbuhan yang dikehendaki. Untuk itu , sepanjang dapat mengendalikan
tingkat resiko yang timbul dari pinjaman (berupa pembayaran bunga yang tetap
harus dibayar walau perusahaan menderita kerugian), maka perusahaan dapat
menggunakan pengungkit untuk mendongkrak kinerjanya.
Semakin
tinggi rasio ini, semakin besar kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
keuangan jangka panjangnya.
3. Asset management or
turnover ratios (rasio aktivitas)
Rasio
ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan aset perusahaan
sehingga disebut juga sebagai asset utilization ratios. Rasio ini dapat
diartikan sebagai ukuran terhadap omzet (turnover/sales). Jadi rasio ini
dimaksudkan untuk memberi gambaran seberapa efisien dan intensif perusahaan
menggunakan aset-asetnya untuk menghasilkan penjualan.
Semakin
besar rasio turnover semakin baik, karena hal ini berarti perusahaan dapat
memanfaatkan asetnya lebih optimal (perusahaan semakin sering menggunakan
aset-asetnya). Contoh : perputaran persediaan 6 kali (dalam setahun) lebih baik
dibanding dengan perputaran persediaan 5 kali.
Ada
perusahaan-perusahaan yang memang sengaja mengambil keuntungan tipis namun
dalam jumlah transaksi yang sering sehingga secara keseluruhan,
perusahaan-perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan yang besar. Contoh :
pasar swalayan.
Rasio
ini bisa juga dinyatakan dalam ukuran waktu. Kebalikan dengan ukuran turnover
(perputaran aset), semakin lama waktu aset tersebut berputar (digunakan dalam 1
siklus usaha), maka semakin buruk efisiennya. Contoh : umur piutang yang
lamanya 6 bulan kurang efisien dibanding dengan umur piutang yang 3 bulan.
4. Profitability ratios
/ measures (rasio profitabilitas / rentabilitas)
Rasio
ini digunakan untuk mengukur seberapa efisien perusahaan menggunakan
aset-asetnya dan mengelola usahanya sehingga menghasilkan laba bersih (bottom
line).
Semakin
tinggi nilai rasionya, berarti kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
semakin baik, tentunya ini berdampak positif terhadap kinerja perusahaan.
5. Market value ratios
(rasio nilai pasar)
Rasio ini untuk mengetahui nilai
pasar per lembar saham dari perusahaan. Rasio ini hanya dapat digunakan untuk
perusahaan yang telah menjual sahamnya di pasar modal (perusahaan terbuka /
emiten). Semakin tinggi nilainya, berarti masyarakat semakin mempercayai
perusahaan tersebut.
Contoh :
PT AGUNG PODOMORO LAND
Laporan Posisi Keuangan
untuk periode yang berakhir tanggal
(dalam miliar rupiah)
Aset 2012 2011 Liabilitas
dan Ekuitas 2012 2011
Aset Lancar Liabilitas Jangka Pendek
Kas & Setara Kas
696 58 Utang
Usaha 307 303
Piutang Usaha 956 992 Utang Wesel 26 119
Persediaan 301 361 Lainnya 1.662
1.353
Lainnya 303
264 Jumlah 1.995
1.775
Jumlah 2.256 1.675
Liabilitas Jangka Panjang 843 1.091
Aset Tidak Lancar
Aset Tetap Net 3.138 3.358 Ekuitas 2.556
2.167
Jumlah 5.394 5.033 Jumlah 5.394
5.033
PT AGUNG PODOMORO LAND
Laporan Laba Rugi (Komprehensif)
Tahun 2012
(dalam miliar rupiah)
Penjualan Bersih 5.000
Beban Pokok Penjualan (2.006)
Beban Usaha (1.740)
Penyusutan (116)
Laba Sebelum Bunga dan Pajak 1.138
Beban Bunga 7
Laba Sebelum Pajak 1.131
Pajak (34%) 442
Laba Bersih 689
(dalam rupiah penuh)
Laba per Saham (Earning per Share /
EPS) 3,61
Dividend per Share 1,08
Angka perhitungan di bawah ini untuk
tahun 2012 dan disajikan dalam miliar rupiah (kecuali hasilnya)
Ad 1. Menghitung
rasio likuiditas (liquidity ratios) tahun 2012
Current
Ratio (Rasio Lancar) = CA / CL =
Aset Lancar / Likuiditas Jangka Pendek = 2.256 / 1.995 = 1,13 kali (=113%)
artinya 1 rupiah utang (liabilitas) jangka pendek perusahaan dijamin
pembayarannya dengan 1,13 rupiah aset lancar. Semakin tinggi nilai rasio lancar
ini semakin baik (semakin besar jaminan untuk pembayaran utang jangka pendek
perusahaan).
Quick
Ratio (Rasio Cepat) = (CA – Inventory) / CL
= (2.256 – 301) / 1.995 = 0.98 kali (98%). Artinya 1 rupiah utang jangka pendek
perusahaan dijamin pembayarannya oleh 0,98 rupiah aset cepat (kas dan setara
kas serta piutang usaha).
Cash
Ratio (Rasio Kas) = Cash / CL
= 696 / 1.995 = 0.35 kali (35%) artinya 1 rupiah utang jangka pendek perusahaan
dijamin pembayarannya oleh 0,35 rupiah kas dan setara kas.
NWC
to Total Assets = NWC / TA = (2.256
– 1.995) / 5.394 = 0,05 (5%) menunjukkan jumlah likuiditas jangka pendek
perusahaan terhadap total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin rendah
nilainya menunjukkan tingkat likuiditas perusahaan yang rendah.
Interval
Measure = CA / average daily operating costs
=2.256 / ((2.006 + 1.740)/365) = 219.8 hari. Rasio ini menunjukkan seberapa
lama perusahaan dapat terus berjalan (contoh kasus : bila perusahaan dilanda
pemogokan sehingga arus kas perusahaan menderita ‘kekeringan’). Dalam kasus di
atas perusahaan tetap dapat berjalan selama 220 hari atau lebih dari 7 bulan.
Bila pemogokan lebih dari 220 hari, maka perusahaan tidak dapat beroperasi
lagi. Yang dimaksud dengan daily
operating cost mencakup beban pokok penjualan dan beban usaha yang bersifat
tunai.
Ad 2. Menghitung
rasio pengungkit (leverage ratios)
Total
Debt Ratio = (TA – TE) / TA = (5.394
– 2.556) / 5.394 = 52.61% artinya sebanyak 52,61% aset perusahaan dibelanjai
(didanai) oleh dana pinjaman. Semakin besar rasio ini berdampak semakin besar
resiko bagi kreditur dalam hal pengembalian pinjamannya.
Debt/Equity
= TD / TE = (5.394 – 2.556) / 2.556 = 1,11
kali artinya 1 rupiah dana modal sendiri (ekuitas) diikuti oleh 1,11 rupiah
dana pinjaman atau dana pinjaman 1,11 kali dari dana sendiri alias lebih besar
dana pinjaman dibanding dana sendiri (ekuitas).
Equity
Multiplier = TA / TE = 1 + D/E = 1 + 1,11 = 2,11 kali
artinya dengan modal sendiri (ekuitas) sebesar 1 rupiah dapat menghasilkan aset
sebesar Rp 2,11. Berarti 1 rupiah ekuitasnya digandakan sehingga menjadi 2,11
rupiah aset.
Long-term
debt ratio = LTD / (LTD + TE)
= 843 / (843 + 2.556) = 24,80%. Rasio ini menunjukkan seberapa besar sumber
dana jangka panjang merupakan modal pinjaman. Sumber dana jangka panjang
(dikenal dengan istilah total capitalization) terdiri dari liabilitas jangka
panjang dan ekuitas (modal sendiri). Sebagian analis keuangan lebih tertarik
kepada pinjaman jangka panjang dibanding pinjaman jangka pendek karena
pinajaman jangka pendek kerap berubah di samping utang usaha lebih mencerminkan
praktek dagang dibanding kebiajakan manajemen utang.
Ad 3. Menghitung
rasio aktivitas (Coverage Ratios)
Times
Interest Earned (TIE) / Interest Coverage Ratio = EBIT / Interest = 1.138 / 7 = 162,57 kali artinya 1 rupiah beban bunga
dijamin pembayarannya oleh 162,57 rupiah laba usaha. Artinya memberi kepastian
dalam pembayaran bunga bila semakin besar rasionya. Masalah yang dihadapi TIE
adalah karena rasio ini didasarkan pada EBIT yang bukan merupakan ukuran dari
tersedianya dana tunai untuk membayar beban bunga, karena di dalam EBIT sudah
dikurangi beban penyusutan yang merupakan beban non tunai.
Cash
Coverage = (EBIT + Depreciation) / Interest
= (1.138 + 116) / 7 = 179,14 kali artinya 1 rupiah beban bunga dijamin
pembayarannya oleh 179,14 rupiah laba usaha tunai. EBIT + Depreciation
dikenaldenganistilah EBITD (dibaca ebbit-dee) atau EBITDA yaitu laba sebelum
bunga, pajak dan penyusutan.
Yang dimaksud dengan penyusutan di
sini adalah beban non tunai dalam pengertian luas , termasuk di dalamnya adalah
depresiasi (penyusutan atas aset tetap), deplesi (penyusutan atas tanah
produktif), amortisasi (penyusutan atas aset lain-lain / intangible assets
seperti goodwill, trademark, patent, copyrights, organization costs,
preoperating expenses, license / franchise fee dll) dan bad debt expenses
(beban penghapusan piutang).
Menghitung
rasio persediaan
Inventory
Turnover = Cost of Goods Sold / Inventory
= 2.006 / 301 = 6,66 kali artinya dalam 1 tahun persediaan berputar sebanyak
6,66 kali. Berputar maksudnya sejak persediaan dibeli dan masuk ke gudang
sampai persediaan itu keluar kembali saat dijual dihitung satu kali perputaran.
Semakin cepat perputaran persediaan, semakin efisen pemanfaatan aset perusahaan
berupa persediaan.
Days’
Sales in Inventory (Inventory days on hand)
= 365 / Inventory Turnover = 365 / 6,66 = 55 hari artinya lama persediaan
berada di gudang selama 55 hari. Semakin lama barang berada di gudang
menunjukkan barang tersebut tidak laku dijual.
Menghitung
rasio piutang
Receivables
Turnover = Sales / Accounts Receivable
= 5.000 / 956 = 5,23 kali artinya dalam 1 tahun, piutang berputar sebanyak 5,23
kali. Maksudnya berputar di sini dihitung sejak terjadinya penjualan secara
kredit sehingga menimbulkan piutang usaha sampai dilunasinya piutang usaha
tersebut. Semakin cepat perputarannya berarti semakin cepat piutang tertagih.
Days’
Sales in Receivables (A/R days collection)
= 365 / Receivables Turnover = 365 / 5,23 = 70 hari artinya lamanya piutang
usaha tertagih selama 70 hari. Umur piutang ini harus dibandingkan dengan
syarat pembayaran. Idealnya umur piutang tidak boleh melampaui syarat
pembayaran (term of payment)
Menghitung
perputaran total aset
Total
Asset Turnover = Sales / Total Assets
= 5.000 / 5.394 = 0,93 kali artinya dalam 1 tahun, total aset perusahaan
berputar sebanyak 0,93 kali. Sangat tidak umum untuk TAT <1, terutama jika
perusahaan memiliki sangat banyak (besar) aset tetap. Karena hal ini berarti
ibarat perusahaan mengalami obesitas (kegemukan) sehingga sulit menghasilkan
penjualan yang memadai , sampai aset perusahaan tidak dapat berputar bahkan
sekali saja dalam setahun.
Capital
Intensity Ratio = Total Assets / Sales = 5.394
/ 5.000 = 1,08 kali artinya untuk menghasilkan 1 rupiah penjualan diperlukan
total aset sebesar 1,08 rupiah.
NWC
Turnover = Sales / NWC = 5,000 /
(2,256 – 1,995) = 19.16 kali artinya modal kerja perusahaan berputar sebanyak
19,16 kali dalam setahun.
Fixed
Asset Turnover = Sales / NFA
= 5.000 / 3.138 = 1,59 kali artinya aset tetap perusahaan berputar 1,59 kali
dalam setahun. Nilai aset tetap yang digunakan di sini adalah nilai bukunya
(book value). Bisa juga digunakan harga perolehan (cost) dari aset tetap. Bila
terdapat perbedaan yang besar antara perputaran aset tetap bruto (yakni bila
digunakan aset tetap sesuai dengan harga perolehannya) dengan perputaran aset
tetap neto (bila digunakan nilai buku aset tetap), hal ini berarti aset tetap
perusahaan telah lama disusutkan (lama digunakan) sehingga nilai bukunya
menjadi kecil. Hal ini dapat berindikasi bahwa aset tetap perusahaan digunakan
secara efisien atau sebaliknya perusahaan tidak melakukan peremajaan aset
tetapnya.
Di samping itu dapat pula dihitung
rasio seperti Payables Turnover
(rumusnya Purchases / Accounts Payable) dan A/P payment’s days (rumusnya 365 / Payables Turnover).
Seluruh angka 365 menunjukkan jumlah
hari dalam setahun. Untuk tahun kabisat, maka angka ini diubah menjadi 366
hari.
Ad. 4 Menghitung
Rasio Keuntungan (profitabilitas / Profitability Measures)
Profit
Margin = Net Income / Sales = 689 /
5.000 = 13,78% artinya laba bersih (bottom line) perusahaan sebesar 13,78% dari
nilai penjualan atau 1 rupiah penjualan menghasilkan keuntungan bersih sebesar
Rp 0,14.
Return
on Assets (ROA) Tingkat Pengembalian Aset /
Rentabilitas Ekonomis = Net Income / Total Assets = 689 / 5.394 = 12,77% artinya
penggunaan 1 rupiah total aset menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 0,13.
Return
on Equity (ROE) = Tingkat Pengembalian Ekuitas
(modal sendiri) = Rentabilitas Ekuitas Net Income / Total Equity = 689 / 2.556
= 26,96% artinya setiap 1 rupiah modal yang ditanamkan menghasilkan Rp 0,27
keuntungan bersih.
Ad. 5 Menghitung Nilai Pasar (Market
Value Measures)
Harga Pasar = Rp 87,65 per lembar
Saham yang beredar = 190,9 juta
PE
Ratio = Price per share / Earnings per share
= Rp 87,65 / 3,61 = 24,28 kali artinya harga pasar saham besarnya 24,28 kali
dari laba per saham yang dihasilkan.
Market-to-book
ratio = market value per share / book value per share = 87,65 / (2.556 / 190,9) = 6,55 kali artinya nilai pasar
perusahaan 6,55 kali dari harga bukunya. Nilai pasar di atas nilai buku
menunjukkan perusahaan baik.
Modal Kerja
Modal kerja sangat penting bagi
perusahaan dalam menentukan tingkat likuiditas perusahaan. Modal kerja dapat
terlihat dari bagaimana perusahaan tersebut menjaga keseimbangan jumlah aktiva
lancar dan jumlah hutang lancar agar dapat dipergunakan untuk menunjang operasi
perusahaan. Sepanjang keseimbangan tersebut tercapai, maka modal kerja
perusahaan tersebut dapat dikatakan baik dalam menentukan tingkat likuiditas
perusahaan. Hal ini berlaku lebih penting bagi perusahaan yang sedang melakukan
ekspansi dalam bisnisnya karena manajemen modal kerja yang baik akan
menghasilkan laba yang tinggi.
2.1.1 Pengertian Modal Kerja
Dalam dunia usaha, peningkatan
kegiatan usaha selalu menghadapi masalah-masalah pelik. Salah satu masalah
utama yang dihadapi oleh pimpinan atau pemilik perusahaan ialah menyediakan
modal kerja yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan perusahaan.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2002 :
155), “Modal kerja yaitu aktiva lancar yang mewakili bagian dari investasi yang
berputar dari satu bentuk ke bentuk lainnya dalam melaksanakan suatu usaha,
atau Modal kerja adalah kas/bank, surat-surat berharga yang mudah diuangkan
(misal giro, cek, deposito), piutang dagang dan persediaan yang tingkat
perputarannya tidak melebihi 1 tahun atau jangka waktu operasi normal
perusahaan.”
Menurut Sawir (2005 : 129), “Modal
kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat
pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan
operasi perusahaan sehari-hari.”
Menurut Weston dan Brigham yang
dikutip oleh Sawir (2005 : 129), “Modal kerja adalah investasi perusahaan di
dalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekuritas (surat-surat berharga),
piutang dagang, dan persediaan.”
Menurut Aliminsyah dan Padji (2003 :
428), “Modal kerja adalah modal bersih yang merupakan selisih lebih antara
aktiva lancar dengan utang lancar, untuk membiayai kegiatan usaha.”
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas
maka dapat diketahui bahwa modal kerja adalah dana yang dipergunakan untuk
biaya operasi perusahaan yang berupa kas, surat berharga yang mudah diuangkan,
piutang dagang dan persediaan.
2.1.2 Konsep Modal Kerja
Untuk keperluan analisis, pengertian
modal kerja di atas masih terlalu umum, sehingga perlu dijabarkan konsep-konsep
modal kerja
Menurut Sawir (2005 : 130-131),
“Berkaitan dengan pengertian modal kerja ini dapat dikemukakan beberapa konsep,
yaitu :
- Konsep kuantitatif
Konsep ini berdasarkan pada
kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva
ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau
aktiva dimana dana yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu
yang pendek. Dengan demikian modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan
dari jumlah aktiva lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut
modal kerja bruto (Gross Working Capital).
- Konsep kualitatif
Apabila pada konsep kuantitatif
modal kerja itu hanya dikaitkan dengan besarnya jumlah aktiva lancar saja, maka
pada konsep kualitatif ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan
besarnya jumlah utang lancar atau utang yang harus segera dibayar. Dengan
demikian, sebagian dari aktiva lancar ini harus disediakan untuk memenuhi
kewajiban finansial yang segera harus dilakukan, di mana bagian aktiva lancar
ini tidak boleh digunakan untuk membiayai operasi perusahaan untuk menjaga
likuiditasnya. Oleh karenanya, modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian
dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi
perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu yang merupakan kelebihan
aktiva lancar di atas utang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering
disebut modal kerja bersih (Net Working Capital).
- Konsep kuantitatif
Modal kerja menurut konsep
kuantitatif adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar yang disebut juga modal
kerja bruto (gross working capital). Umumnya elemen-elemen dari
modal kerja kuantitatif meliputi kas, surat-surat berharga (sekuritas),
piutang dan persediaan.
- Konsep kualitatif
Pada konsep ini modal kerja
dihubungkan dengan besarnya hutang lancar atau hutang yang segera harus
dilunasi. Sebagian aktiva lancar dipergunakan untuk melunasi hutang lancar
seperti hutang dagang, hutang wesel, hutang pajak, dan sebagian lagi
benar-benar dipergunakan untuk membelanjai kegiatan operasi perusahaan. Dengan
demikian modal kerja menurut konsep kualitatif merupakan kelebihan aktiva
lancar di atas hutang lancar yang juga disebut modal kerja neto (net working
capital).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda